no matter what I do,
when I remember you, it pains me so
karenda- ni kinyuu shita ikutsumono kinenbi yori
more than all those memorable days on my calendar
kokizami ni senmei ni boku no kioku wo umetsukusu
my memory is filled completely by vivid memories
of every second of every day with you".
(Shirushi by Mr Children)
Suatu hari di bulan September, ketika aku pertama kali bertemu muka dengannya, aku tak merasakan apapun. Bagiku dia hanyalah seorang perempuan biasa seperti gadis kebanyakan, yang sedang duduk dibangku murid, dengan seragam sailor sekolah. Ini adalah masa dimana aku menginjakkan bangku SMU untuk pertama kalinya, dunia yang mengantarkanku ke dalam sebuah transisi antara remaja dan pria dewasa. Tapi pada saat itu, dipikiranku hanyalah hura-hura karena masa SMU berarti kebebasan akan lebih longgar dari kedua orangtuaku. Aku tak pernah berfikir bahwa masa depan akan jauh lebih sulit, aku bahkan tak peduli ingin menjadi apa dimasa yang akan datang. Waktu itu aku hanya berfikir untuk hidup bahagia untuk masa sekarang, atau tidak sama sekali. Menghabiskan masa remajaku untuk hal-hal yang paling kusukai. Tak pernah sekalipun berfikir untuk mengenal cinta. Karena pada masa itu kecintaanku hanya pada musik dan Band. Hari demi hari berlalu tanpa ada sedikitpun kenangan romantis di SMU. Yang ada hanyalah musik, band, panggung, kostum, dan dunia malam yang sering kusinggahi. Aku sama sekali tidak merasa kehilangan masa remajaku di sekolah, karena saat itu aku hanya melakukan hal-hal yang amat kusuka. Aku tidak peduli nilai-nilai ulanganku dibawah angka lima puluh. Toh buktinya aku bisa naik ke kelas dua.
Tahun kedua... sekali lagi aku berhadapan dengan orang-orang baru, tapi dia, gadis itu, nampak sekali lagi dihadapanku. Keiko Watanabe, itu namanya. Dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk aku mengingat namanya, aku jarang bersosialisasi di kelas, waktu guru menerangkan pelajaran hanya seperti nyanyian nina bobo untukku, dan akupun terlelap di tiap mata pelajaran. Tujuh belas tahun umurku, aku sangat menantikannya, karena dengan berumur tujuh belas tahun, aku diizinkan untuk bekerja part time dan membuat SIM motor. Sampai disini, kegiatanku dalam bermusik tidak berhenti, malah semakin banyak tiap malamnya. Semakin banyak orang yang meminta kami untuk menyanyi di bar atau pagelaran musik lainnya. Aku penganut Grunge musik, tetapi aku menyukai band-band visual kei ataupun rock alternatif. Aku begitu tergila-gila dengan Nirvana dan X-Japan. Tahun kedua masa SMU ku harus kulewati dengan berbagai macam acara sosialisasi di sekolah, salah satunya Festival Kebudayaan. Aku bersyukur di tahun pertama berhasil bolos dalam festival ini, aku tidak suka hal-hal seperti ini. Kau tau kenapa? karena kita jadi harus berlama-lama disekolah untuk menyiapkan alat-alat serta kebutuhan lainnya. Waktu yang seharusnya kugunakan untuk part time atau berlatih gitar, jadi tersita hanya karena festival kebudayaan yang tidak berguna ini. Kelas kami, 2-B, menyiapkan OBAKE untuk festival kebudayaan nanti, dan aku bertugas membuat rumah hantu di bagian peralatan. Sungguh sial, pikirku waktu itu. Aku melakukan tugas merangkai papan, memaku, mencat, dan kegiatan tukang lainnya, yang sebenarnya tidak kukuasai dengan baik, tapi sang ketua murid, Mochiai-san, begitu memuji hasil karyaku. Ada sebersit rasa puas didalam dada, tapi bukan berarti aku menikmatinya.
Dan saat itulah, pertama kalinya Keiko Watanabe memanggil namaku,
"Renzo-san, ini onigiri, makanlah!" ujarnya sambil mengangsurkan Onigiri dihadapanku.
Aku mengambilnya dan dia tersenyum, aku tak tahu kenapa pada waktu itu dia tersenyum dan kenapa aku tak mengucapkan terima kasih padanya. Anehnya, peristiwa 'onigiri' itu terus melekat sampai keesokkan harinya dan membuatku sedikit memperhatikan Keiko Watanabe. Aku tak pernah benar-benar memperhatikan seseorang, kecuali Keiko yang pada waktu itu sedang mengobrol dengan kedua temannya. Rambut Hitamnya yang panjang diikat kebelakang, dengan poni yang menutupi kening. Ia sedang tertawa girang, sambil menutupkan tangannya di mulut, mukanya merah jika ia tertawa. Semakin aku memperhatikannya dari hari kehari semakin aku menemukan banyak hal tentangnya. Ia termasuk gadis yang supel di kelas, tidak pintar, juga tidak bodoh, malah cenderung ceroboh, periang, suka bercermin, dan memakai rok super pendek seperti kebanyakkan gadis-gadis disekolah. Ia tergolong kurus, termasuk golongan populer di sekolah,suka membawa bento dari rumah, penyuka puding cokelat, dan aku pernah melihatnya menangis. Saat itu, ketika jam sekolah sudah usai, seperti biasa aku langsung melesat keluar kelas. Walaupun hari itu aku tidak ada kerja part time, tapi aku harus ke toko gitar untuk mengganti senar gitarku. Ketika aku tengah mengeluarkan sepedaku, aku tersadar bahwa dompetku berserta uangnya tertinggal di kolong meja. Dengan bergegas aku berlari menuju ruang kelas, dan ketika aku membuka pintu geser itu, aku melihatnya. Aku melihat Keiko Watanabe menangis tersedu-sedu di mejanya. Dan aku hanya berdiri menatapnya. Beberapa menit berlalu, dan ia sadar akan keberadaanku. Ia langsung mengusap matanya dan berlari meninggalkan kelas. Aku hanya bisa memandangnya dalam diam. Ini adalah hal kedua yang tak bisa kulupakan sampai keesokkan harinya tentang Keiko Watanabe.
Tahun ketiga, hari pertama ketika aku memasuki kelas baru. Aku memandang sekeliling, tak kutemukan wajah Keiko Watanabe di kelas ini. Aku tak tahu kenapa, disudut hatiku merasakan perasaan kehilangan. Dan dimulailah hari-hari tanpa Keiko Watanabe dalam hidupku.
Aku tidak menyukai ketika aku harus dihadapkan tentang pilihan untuk menentukan masa depan dan belajar keras untuk ujian. Sungguh sesuatu yang membuat muak. Tapi biar bagaimanapun aku harus menjalaninya kan?. Suatu hari di bulan Februari, wali kelas memanggilku karena aku belum mengisi formulir isian universitas. Beliau menceramahiku selama satu jam, aku sama sekali tak mendengarkan, hanya sesekali mengangguk dengan tatapan kosong keluar jendela. Ketika aku keluar dari ruang guru dan melintasi koridor menuju gerbang sekolah, aku melihatnya. Keiko Watanabe yang sedang mengenakan seragam olahraga tengah berlari dilapangan. Aku berhenti untuk memandangnya. Ia tampak hebat dalam keremangan cahaya jingga di sore hari. Saat itu, aku baru menyadari bahwa aku tertarik pada Keiko Watanabe. Aku tersenyum pahit, dan melangkahkan kaki meninggalkan sosok Keiko yang sedang berlari.
tomo ni ikirenai hi ga kita tte douse aishiteshimau to omoun da
I don't think it matters because I can't help loving you
(Harushi by Mr Children)
( to be Continued)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar